Suku Bugis dikenal karena jiwa kebahariannya yang mengesankan hidup dengan kekerasan, dalam artian bekerja keras untuk hidup.
Umumnya warga Bugis mudah sekali beradaptasi dengan daerah yang
mereka tinggali. Hal itu tidak terlepas dari falsafah hidup mereka
‘Dimana Bumi Dipijak, Disitu Langit Dijunjung’. Artinya, bahwa orang
Bugis bisa menyesuaikan diri dimana pun mereka berada. Tidak heran,
Orang Bugis di Malaysia, akan menjadi orang Melayu, begitu juga di
Singapura dan Brunai.
Tapi hemat kami, itu tidaklah cukup bagi orang bugis, sebelum
merantau pesan dari tetua di tanah Bugis, “bawa diri baik-baik jadilah
seperti air”. Ya… orang Bugis itu identik dengan air. ….. lagu Nenek
moyangku seorang pelaut ….., identik dengan air, massompe/ berlayar
merantau tidak lepas dengan air, sehingga kadang kita orang bugis diberi
gelar manusia bahari, pecinta air, pelaut ulung, bahkan ada yang
mengatakan dimana ada air (laut) disitu ada orang bugis.
Falsafah yang menjadi spirit orang Bugis adalah air, mungkin kurang
tepat kalau pepatah “dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung” dari
Sumatera kita klaim sebagai falsafah Bugis sebagaimna diungkap Ahsan
yang nota bene kita dari Pulau Sulawesi. Falsafah air oleh keluarga
besar Orang Bugis dia pegang sampai detik ini.
Pandangan dan keyakinan orang bugis dengan falsafah dan spirit airnya yang nyata kita lihat sehari-hari adalah:
1. Kalau sudah di air (ditengah laut) dimana berpegang bilamana
badai datang, orang bugis sebelum berlayar faham betul bahwa kalau sudah
ditengah laut hanya satu pegangan, Allah SWT, jadi kemana-mana tidak
pernah takut yang ditakuti hanyalah Allah yang punya jiwa dan raga yang
melekat pada diri orang Bugis.Begitu layar terkembang perahu mengarungi
samudera luas tak bertepi, perjuangan mempertahankan hidup, ikhtiar
dengan pengetahuan perbintangan, pengalaman melewati angin dan ombak,
menarik layar ditengah belantara dan buasnya badai ditengah laut,
setelah ikhtiar, usaha usai, kepada siapa lagi berpegang, hanya Allah
yang ada disanubari. Dalam kehidupan sehari-hari diaplikasikan didarat
dengan perjuangan menghidupi dan mempertahankan hidup dan keluarga,
setiap mengais rezeki tidak pernah lupa pada sandaran hidupnya yaitu
Allah SWT.
2. Air ditaruh dimana saja membentuk seperti tempatnya, taruh di
baskom membentuk baskom, taruh dibejana bundar membentuk bejana, taruh
dikolam bentuk segiempat, artinya orang Bugis selalu menyesuaikan diri
dimana dia tinggal sehingga diterima dengan baik oleh lingkungan
sekitarnya. = dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung
3. air memberikan kesegaran bilamana diolah dengan baik, untuk
diminum dengan memasak atau disterilkan lebih dahulu, mengairi sawah dan
ladang dengan bendungan yang baik dan lain-lain, artinya orang Bugis
dengan falsafah air, bilamana diperlakukan dengan baik maka akan
memberikan manfaat pada lingkungan sekitarnya, win-win solution, mereka
diberi tempat maka akan membayar mahal pemberian itu bahkan nyawa
taruhannya dengan menjadi laskar dan balatentara perang.
4. sebaliknya air juga bisa menjadi bencana dengan banjir bilamana
tumpukan sampah menyumbat alirannya, hutan dibabat sehingga tidak ada
penahan dan erosi yang tumpah ke sungai. Sama halnya orang Bugis kalau
diperlakukan tidak senonoh maka sifat siri na pacce yang ada pada diri
setiap orang Bugis secara naluri bangkit dan kadang badik akan berbicara
sampai ajal menjemput untuk memperjuangkan keyakinan siri na pacce.
Orang bugis secara turun temurun sebelum meninggalkan tanah Bugis,
orangtua membekali segenggam tanah yang diambil di belakang rumah,
begitu sampai ditempat perantauan, tanah tersebut disebar dan disatukan
dengan tanah tempat ditinggali, artinya bahwa orang bugis menyatukan dua
tanah yang menghasilkan sandang, pangan dan papan yang melekat dan
mengalir dalam tubuhnya yang diambil dari saripati tempatnya dia pijak.
Kalau pepatah dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung kadang
hanyalah sebatas ungkapan atau lips service belaka, maka kalau orang
Bugis falsafah dan spirit air, dimana dia berada jadilah air yang
dibutuhkan dan bermanfaat bagi lingkungan sekitar, tapi juga ada batasan
dan rambu-rambu yang menjadi komitmen moril, aja mupakasiri’i
Petuah Moyang tentang air yaitu :
“ de gaga-tu akkatenningetta ri tengana tasi’e saliwenna
puangallata’ala yakkitenning, jaji maresopi limbang tasi na tollettu ri
pottanang-e “
Kalau sudah di tengah laut (air) tidak ada pegangan kita selain
berserah diri (tawakkal), Allah yang kita pegang (yang memberi
keselamatan, rezeki dan lain-lainnya), jadi perlu perjuangan untuk bisa
sampai dan bertemu dengan daratan
Makna di balik itu sangat jelas bagi perantau Bugis bahwa kalau mau
hidup dan bisa bertahan hidup maka peganglah filosofi tersebut sebagai
spirit dalam berjuang mengarungi dunia ini sehingga cita-cita dan
harapan untuk mnghidupi keluarga secara layak bahkan menjadi saudagar
yang sering kita dengar selama ini.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar